Urgensi Peradilan Agraria
Essay by Rey Doang • June 23, 2015 • Article Review • 1,534 Words (7 Pages) • 1,184 Views
[pic 1][pic 2]
URGENSI PERADILAN AGRARIA
RAYNALDI AZHARY
GHINA AISYAH
SITI PEBRIANI
KOMPETISI DEBAT KONSTITUSI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
JUNI, 2015
PERNYATAAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa artikel dengan judul “URGENSI PERADILAN AGRARIA” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya penulis sendiri, dan penulis tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan. Atas pernyataan ini, penulis siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada penulis apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam artikel ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya penulis ini.
Bandung, Juni 2015
Yang membuat pernyataan,
Raynaldi Azhary Ghina Aisyah Siti Pebriani
NIM. 1202802 NIM. 1200292 NIM. 1304622
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN....................................................................................................1
PEMBAHASAN
- Pembentukan Peradilan Khusus Agraria .....................................................3
- Optimalisasi Lembaga Peradilan Umum.....................................................4
PENUTUP................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................7
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
“Tanah merupakan suatu tempat di mana manusia mengalami kehidupannya dan memperoleh sumber untuk melanjutkan kehidupannya juga merupakan tempat di mana manusia yang meninggal dunia dikebumikan...” (Darwis. 2008, hlm. 219). Sejak dahulu tanah sudah menjadi hal yang penting dan berpengaruh di hampir segala bidang kehidupan, terutama dalam ekonomi dan sosial. Beragam alasan menjadi pemicu bagi orang-orang untuk bisa mendapat serta menguasai tanah agar mendapat berbagai keuntungan yang bisa didapat. Selama proses mendapatkan dan/atau menguasai tanah tersebut ditempuh dengan cara dan mekanisme yang semestinya, maka tidak ada persoalan. Akan tetapi, seringkali terjadi perselisihan (sengketa) tanah yang dipicu oleh proses mendapatkan dan/atau menguasai tanah tersebut, sehingga tidak jarang timbul masalah dan berujung pada konflik.
Masalah yang timbul tentang sengketa tanah biasanya dipicu oleh tiga hal. Pertama, administrasi sertifikasi tanah yang tidak jelas, sehingga kerap terjadi kepemilikan ganda terhadap suatu tanah. Kemudian yang kedua adalah pendistribusian kepemilikan tanah yang tidak merata sehingga berakibat pada ketimpangan sosial dan muaranya adalah konflik di masyarakat, dan yang terakhir adalah legalitas kepemilikan tanah yang selalu didasarkan pada sertifikat tanah tanpa memperhatikan produktivitas yang tidak lain adalah asas kebermanfaatan.
Begitu berharganya nilai suatu tanah terkadang sampai membuat orang berani untuk membahayakan nyawa dan konflik yang terjadi pun tidak jarang menimbulkan korban jiwa. Sebenarnya, untuk permasalahan sengketa tanah ini telah ada badan yang mengurusnya, yakni Badan Pertanahan Nasional (BPN) sesuai pasal 3 Peraturan Presiden (Perpres) No. 63 Tahun 2013 tentang Badan Pertanahan Nasional bahwa BPN memiliki fungsi perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengkajian dan penanganan sengketa dan perkara pertanahan. Tidak hanya itu, bila salah satu pihak yang bersengketa merasa tidak mendapat keadilan maka bisa diajukan gugatan secara perdata ke pengadilan negeri dan upaya-upaya hukum lainnya yang telah diatur dalam Undang-Undang.
Kenyataan yang terjadi menunjukkan bahwa meskipun telah ada badan dan lembaga yang berwenang untuk menangani serta memutus sengketa pertanahan, masyarakat merasa masih belum merasakan adanya keadilan bagi mereka terlebih lagi bila bersengketa dengan pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah yang terjadi disebabkan kebijakan yang diambil oleh pemerintah tersebut, sehingga muncul pemikiran untuk membentuk suatu lembaga peradilan yang secara khusus menangani permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan agraria (pertanahan).
Pembentukan lembaga peradilan tersebut pun sebenarnya tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku akan tetapi proses di dalam membentuk sebuah lembaga terlebih lagi lembaga peradilan tentu bukan hal yang mudah, banyak mekanisme yang harus ditempuh. Akan tetapi, demi penegakkan hukum dan terwujudnya keadilan sebagaimana tertuang pada pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pembentukan lembaga peradilan khusus agraria merupakan sesuatu yang perlu kiranya direnungkan bersama terlebih lagi oleh lembaga-lembaga peradilan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
PEMBAHASAN
- Pembentukan Peradilan Khusus Agraria
Sistem peradilan di Indonesia seluruhnya berada di bawah lembaga kekuasaan Kehakiman yang sepenuhnya dijalankan oleh Mahkamah Agung (MA), lembaga peradilan di bawah MA, dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana tercantum pada pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebenarnya, peradilan khusus agraria ini bukan hal baru di Indonesia, sebelumnya pada masa orde lama telah ada peradilan semacam ini dengan nama pengadilan land reform. Akan tetapi, dengan diundangkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1970 Tentang Penghapusan Pengadilan Land Reform maka peradilan tersebut dibubarkan. Pembubaran tersebut tidak terlepas dari kondisi geo-politik pada saat itu, padahal dengan adanya peradilan khusus agraria ini, semua perkara sengketa yang berkenaan dengan agraria baik yang bersifat administratif maupun yang lainnya dapat ditangani secara baik. Setelah Tahun 1970, penyelesaian kasus-kasus sengketa agraria ditangani oleh Badan pertanahan Nasional (BPN) dan Pengadilan Negeri, akan tetapi penanganan tersebut dinilai kurang efektif. Salah satu diantaranya mengenai keputusan pejabat BPN yang terkadang menimbulkan status quo serta kompetensi para hakim di pengadilan negeri yang kurang memahami berbagai peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan sengketa agraria secara komprehensif. Dengan kata lain, wacana pembentukan peradilan khusus agraria adalah sebagai wujud unsatisfied masyarakat terhadap BPN dan pengadilan negeri.
...
...